BerampuNews.id | Pemerintah menghapus daftar 14 negara yang dilarang masuk ke Indonesia karena adanya penyebaran varian Omicron. Pintu masuk kedatangan internasional terbuka untuk semua negara. Keputusan tersebut berdasarkan hasil dari keputusan bersama yang dibahas dalam rapat terbatas pada 10 Januari dan juga tertuang dalam Surat Edaran Satgas COVID-19 No. 02 Tahun 2022 mengenai Protokol Kesehatan untuk Perjalanan Luar Negeri di Masa Pandemi COVID-19.
SE tersebut efektif berlaku 12 Februari 2022. Kemudian, apa alasan pemerintah dengan membuka pintu masuk kedatangan internasional untuk semua negara? Wiku Adisasmito Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 menyampaikan, bahwa keputusan tersebut diambil karena mengingat varian Omicron sudah meluas ke 150 dari total 195 negara di dunia (76 persen negara) per 10 Januari 2022.
Baca Juga:
Kerap Disangka Flu Ringan, Ini Tanda-tanda Omicron BA.4-BA.5
Pembatasan sejumlah negara juga akan mempersulit lalu lintas negara guna pemulihan ekonomi. “Jika pengaturan pembatasan daftar negara masih tetap ada maka akan menyulitkan pergerakan lintas negara yang masih diperlukan untuk mempertahankan stabilitas negara termasuk pemulihan ekonomi nasional,” ujar Wiku dalam keterangan tertulis, Jumat (14/1/2022).
Wiku juga menjelaskan, penghapusan daftar negara bagi warga negara asing (WNA) yang dilarang memasuki Indonesia juga diiringi dengan penetapan kriteria WNA yang tetap sama ketatnya seperti yang telah diatur dalam surat edaran satgas, yaitu karantina 7 hari.
Dengan adanya penghapusan daftar negara, pemerintah menyamakan waktu untuk karantina bagi semua orang yang melakukan perjalanan menjadi 7×24 jam. Waktu karantina bagi semua orang yang melakukan perjalanan luar negeri menjadi 7-10 hari. Kebijakan terbaru tersebut tertuang dalam SK KaSatgas No.3 Tahun 2022 mengenai Pintu Masuk (Entry Point), Tempat Karantina dan Wajiban RTPCR Bagi Warga Negara Indonesia yang melakukan Perjalanan Luar Negeri.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Minta Waspadai Kasus Omicron B1.4 dan BA.5 di Indonesia
Wiku juga menjelaskan, ketetapan tersebut juga didukung dengan adanya temuan ilmiah dari berbagai negara yang di antaranya adalah studi dari Brandal dkk (2021) bahwa median masa inkubasi kasus varian Omicron adalah 3 hari setelah pertama kali terpapar. Dan juga studi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat. “Prinsip karantina tersebut adalah untuk mendeteksi adanya gejala karena ada waktu sejak tertular hingga menunjukkan gejala. Dengan demikian lolosnya orang yang terinfeksi ke masyarakat dapat dihindari,” ujar Wiku.
Wiku juga menyampaikan, berdasarkan dari beberapa hasil studi terkini, bahwa varian Omicron dapat disinyalir memiliki rata-rata kemunculan gejala yang lebih dini sehingga karantina 7 hari sudah cukup efektif mendeteksi kasus positif. “Apalagi upaya deteksi berlapis dengan entry dan exit test serta monitoring ketat distribusi varian Omicron dengan SGTF dan WGS yang sejalan dengan rekomendasi strategi multi-layered WHO terkait perjalanan internasional juga dijalankan,” kata Wiku.
Jauh berbeda dari sikap Pemerintah Hong Kong dalam menekan kasus Omicron. Kebijakan yang diambil pemerintah dalam menghadapi penyebaran varian Omicron, Pemerintah Hong Kong menangguhkan untuk penerbangan transit selama sebulan dari sekitar 150 negara dan wilayah yang dianggap berisiko tinggi karena virus corona. Langkah itu dilakukan karena kota tersebut mencatat 50 kasus varian Omicron yang menyebar cepat sejak akhir tahun.