Sebelumnya, dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa besarnya dana BOS yang diterima oleh SMA Negeri 8 Medan, sesuai dengan jumlah siswa yang menjadi peserta didik, sebesar Rp1.400.000 per siswa per tahun ajaran.
Dengan rincian Tahun Ajaran 2016/2017 sebanyak 984 Siswa x Rp1.400.000 = Rp1.377.600.000. Tahun Ajaran 2017/2018 dengan 917 siswa (Rp1.283.800.000). Serta di Tahun Ajaran 2018/2019 dengan 934 siswa (Rp 1.307.000.000).
Baca Juga:
Kasus Dana Komite SMKN 1 Klungkung, Kejari Sita Uang Ratusan Juta
Terdakwa melaksanakan penyaluran dana BOS setiap tiga bulan, yaitu triwulan I sebesar 40 persen dari alokasi 1 tahun ajaran. Kemudian, triwulan II hingga IV masing-masing 20 persen.
Dalam hal ini, Jongor Ranto Panjaitan sebagai Kepsek di SMA Negeri 8, di Jalan Sampali, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, memiliki tugas serta tanggung jawab.
Di antaranya, mengirim dan mengupdate data pokok pendidikan secara lengkap ke dalam sistem secara Online ke Kementerian Pendidikan RI atau Dapodik.
Baca Juga:
Keluarkan Surat Edaran, Kemendikbudristek Tegaskan PAUD hingga SMA Tidak Wajib Wisuda
Di sekolah yang dipimpin terdakwa memang dibentuk Dewan Guru maupun Komite Sekolah yang bertujuan agar penggunaannya transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Namun dalam pelaksanaannya, terdakwa tidak melibatkan unsur Dewan Guru maupun Komite Sekolah dan laporan penggunaan dana BOS diyakini tidak bisa dipertanggungjawabkan,” urai Fauzan.
Akibat perbuatan terdakwa, berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari Inspektorat Provinsi Sumatera Utara No. Itprovsu.905/R/2019 tanggal 04 November 2019, mencapai Rp1.458.883.700.