WahanaNews-Berampu | Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan, angka kematian ibu dan bayi yang tinggi masih menjadi ancaman, bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BKKBN Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo So.OG (K) dalam webinar bertajuk Remaja Peduli Kesehatan Reproduksi, Stunting, dan Penurunan Angka Kematian Ibu, beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
“Kita semua harus merasa prihatin, angka kematian ibu dan bayi masih tinggi. Kita bayangkan sejenak bahwa angka kematian bayi kita masih 24 per 1.000. Artinya setiap 1.000 kelahiran yang mati 24. Kalau ada 100 orang melahirkan yang mati antara 2 dan 3,” kata Hasto, melansir WahanaNews.co, Selasa (16/8/2022).
Hasto menjelaskan, tingkat kematian pada bayi yang tinggi berbanding terbalik dengan jumlah penurunannya.
Ia merinci angka kematian ibu yang masih cukup besar jumlah, yakni 230 per 100 ribu kelahiran hidup.
Baca Juga:
Ribuan Masyarakat Teluk Mega dan Sedinginan Bersatu Pilih Asset.
Sementara, BKKBN menargetkan angka kelahiran hidup di tahun 2030 mencapi 70 per 100 ribu.
Berdasarkan data Sampling Registration System (SRS) tahun 2018, sekitar 76 persen kematian ibu terjadi di fase persalinan dan pasca persalinan dengan proporsi 24 persen terjadi saat hamil, 36 persen saat persalinan dan 40 persen pasca persalinan.
Di mana lebih dari 62 persen Kematian Ibu dan Bayi terjadi di rumah sakit. Artinya akses masyarakat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan sudah cukup baik.
Tingginya angka kematian ibu dan bayi disebabkan oleh berbagai faktor risiko yang terjadi, mulai dari fase sebelum hamil yaitu kondisi wanita usia subur yang anemia, kurang energi kalori, obesitas, mempunyai penyakit penyerta seperti tuberculosis dan lain-lain.
Pada saat hamil, ibu juga mengalami berbagai penyulit seperti hipertensi, perdarahan, anemia, diabetes, infeksi, penyakit jantung dan lain-lain.
“Tapi kita harus tertantang juga, karena negara tetangga kita Singapura itu sudah 7 per 100 ribu jiwa. Kita juga harus betul-betul punya rasa keprihatinan. Bisa dibayangkan ribuan, bisa 2.000-3.000 ibu melahirkan mati setiap tahunnya di Indonesia. Kematian ibu dan bayi sebagian besar adalah preventable atau kematian-kematian yang bisa dicegah,” jelasnya.
Tidak hanya pada kematian ibu dan bayi, Hasto juga mengingatkan terkait masalah stunting yang juga berpengaruh terhadap pembangunan SDM Indonesia yang unggul.
Ia menegaskan, kualitas generasi stunting tidak akan bisa bersaing dalam hal apapun karena memiliki banyak keterbatasan yakni tidak cerdas, tidak tinggi, dan tidak sehat.
Oleh karena itu BKKBN dengan era baru, cara baru, dan generasi baru, kata dia, terus melakukan sosialisasi demi menciptakan generasi emas bersama para remaja yang saat ini jumlahnya menjadi 64 juta jiwa.
Dengan begitu, para remaja yang nantinya akan memasuki fase hamil dan melahirkan untuk mengetahui sejak dini, bagaimana pencegahan kematian pada bayi yang dikandungnya. [gbe/qnt]