BerampuNews.id | Sejumlah lembaga memprediksi Selat Sunda berpotensi mengalami gempa bumi besar atau megathrust hingga magnitudo 8,7. Prediksi ini berdasarkan pemodelan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Institut Teknologi Bandung (ITB).
Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menyebut, ada beberapa wilayah yang akan terdampak jika gempa megathrust terjadi di Selat Sunda. Di antaranya Lampung, Banten, Jakarta, dan Jawa Barat.
Baca Juga:
BMKG Hang Nadim: Kota Batam Berpotensi Hujan Sepanjang Hari Ini
Intensitas guncangan pada daerah tersebut bisa mencapai VII hingga VIII MMI (Modified Mercalli Intensity). Skala VII MMI menunjukkan, gempa terasa sehingga setiap orang keluar rumah. Terjadi kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik.
Sedangkan pada bangunan yang konstruksinya kurang baik, terjadi retak-retak bahkan hancur, cerobong asap pecah. Getaran juga akan dirasakan oleh orang yang naik kendaraan.
Skala VIII MMI artinya, terjadi kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat. Kemudian retak-retak pada bangunan dengan konstruksi kurang baik, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen-monumen roboh, bahkan air menjadi keruh.
Baca Juga:
Hingga 25 November: Prediksi BMKG Daerah Ini Berpotensi Cuaca Ekstrem
"Itu kerusakannya sedang sampai berat. Termasuk juga Jakarta, apalagi tanah Jakarta lunak itu mengamplifikasi ground motion (meradiasikan guncangan) sehingga kerusakan lebih parah," jelas Daryono dalam diskusi virtual, Sabtu (22/1).
Selain gempa, BMKG juga membuat pemodelan tsunami. Berdasarkan pemodelan tersebut, Selat Sunda, Jawa Barat, Banten, dan Selatan Lamongan berpotensi tsunami sekitar 15 meter sampai 20 meter.
"Bahkan bisa menyusup Selat Sunda, memutar sampai ke utara Jakarta. Tapi di sana pemodelan kita hanya setengah meter saja. Yang penting tidak terjadi saat pasang purnama. Sehingga kalau terjadi tsunami pada pasang purnama, tsunami bisa lebih tinggi lagi," paparnya.
Menurut Daryono, pemodelan gempa dan tsunami ini dibuat sebagai dasar mitigasi pemerintah daerah dalam melakukan tata ruang. Melalui pemodelan ini, sudah tercatat wilayah dengan risiko bahaya tinggi dan daerah aman dari bencana.
Dia berharap, pemerintah daerah merujuk pada pemodelan gempa dan tsunami dalam menata pemukiman penduduk, membuat jalur evakuasi, hingga menyediakan lokasi evakuasi.
"Itu harus berdasarkan modeling ini. Karena (pemodelan) itu mencerminkan terjadi, itulah gambarannya. Sehingga kita bisa memperkecil risiko dengan acuan-acuan ini," kata dia.[zbr]