BERAMPU.WAHANANEWS.CO, Sidikalang - Mengutip id.m.wikipedia.org, Dusun Bantun Kerbo, adalah salah satu dusun di Desa Sumbul, Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Sementara mengutip bintangcren.blogspot.com, Selasa (22/4/2025), nama Bantun Kerbo disebut berasal dari Batu Kerbau.
Baca Juga:
Kisah Mencekam di Depan Polsek: Wanita Dikeroyok, Polisi Malah Merekam
"Sebuah desa tidak jauh dari Sidikalang, sekitar 1 jam perjalanan atau sekitar 35 kilometer," tulis penulis.
"Desa Bantun Kerbo, dalam artiannya adalah Batu=Batu dan Kerbo adalah kerbau diambil dari bahasa sastra Pakpak, bahasa asli di Kabupaten Dairi," lanjutnya.
Dijelaskan, nama Batu Kerbau ditujukan terhadap obyek berupa pahatan menyerupai kerbau, dimana pahatan tersebut lengkap dengan badan, kepala, mata, hidung, mulut, dan seperti tanduk. Ukuran Batu Kerbau adalah 172 cm x 142 cm dengan tinggi 97 cm.
Baca Juga:
Swiss Melawan Jet Siluman, Ini Alasan Rakyat Menolak F-35 dari Amerika
Penuturan penduduk setempat tentang sejarah, Batu Kerbo terjadi karena adanya ketidak jujuran dan saling menghargai antara sesama manusia.
Berawal dari seorang marga Saraan dari lebbuh (kampung) Saraan meminang putri dari pertaki (kerajaan) Angkat yang memiliki paras yang sangat cantik tapi memiliki kekurangan yaitu cacat fisik (tidak bisa berjalan).
Walaupun kondisi putri Nantampuk Mas marga Angkat cacat namun pernikahan antara Putri Nantampuk Mas (bunga desa) dengan Saraan tetap berlangsung dengan syarat marga Saraan tidak boleh membiarkan putri Nantampuk Mas berjalan kaki menuju lebbuh Saraan, tetapi Putri Nantampuk Mas harus diangkat sampai ke rumah marga Saraan.
Selama berminggu-minggu putri Nantampuk Mas tinggal di rumah Saraan tetapi tidak pernah keluar dari kamar, sehingga pihak marga Saraan curiga terhadap keadaan putri Nantampuk Mas.
Akhirnya, pihak keluarga marga Saraan memeriksa keadaan putri Nantampuk Mas dan keluarga Saraam terkejut karena ternyata istri yang disayangi Saraan itu tidak bisa berjalan. Walau demikian, Saraan tetap sayang dan penuh kasih kepada putri Nantampuk Mas.
Berbeda dengan adik ipar dan mertuanya yang semula menyanyangi putri Nantampuk Mas, berubah menjadi benci, karena putri Nantampuk Mas hanya menjadi beban bagi keluarga Saraan.
Berbagai hinaan sering dilontarkan terhadap putri Nantampuk Mas, sehingga putri Nantampuk Mas tidak sanggup lagi untuk bertahan di rumah Saraan dan memilih untuk kembali ke rumah orang tuanya di lebbuh marga Angkat.
Dengan ditemani seekor anjing, putri Nantampuk Mas kembali ke lebbuh marga Angkat. Kejadian ini dianggap penghinaan oleh marga Angkat yang mengakibatkan marga Angkat mergraha (berperang) melawan marga Saraan.
Namun setelah marga Saraan mendengarkan berita tersebut marga Saraan takut dan datang untuk minta maaf kepada marga Angkat.
Sebagai tanda perdamaian (maaf yang diberikan marga Angkat kepada marga Saraan) maka marga Saraan harus membayar 7 ekor kerbau kepada marga Angkat.
Tetapi, kerbau yang yang diberikan marga Saraan hanya 6 ekor, dan 1 ekor lagi sebagai utang dari marga Saraan.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun, namun utang tersebut tidak dibayar oleh marga Saraan.
Suatu saat, marga Angkat mengadakan pesta besar yang harus menyembelih 7 ekor kerbau, tapi kerbau yang tersedia hanya 6 ekor.
Marga angkat menagih hutang 1 ekor kerbau kepada marga Saraan dan marga Saraan menganggap ini suatu penghinaan karena marga Saraan sudah menerima putri Nantampuk Mas apa adanya.
Anggapan marga Saraan, walaupun mereka berhutang kepada marga Angkat, namun tidak pantas untuk ditagih kembali.
Dengan terpaksa marga Saraan menyerahkan 1 kerbau yang diminta marga Angkat. Namun walau dengan susah payah kerbau tersebut ditarik ke lebbuh marga Angkat, kerbau tersebut tidak bergerak (melawan).
Tiba-tiba alam bergemuruh, petir dan halilintar bersahutan, dan kerbau yang dibawa marga Saraan berubah menjadi batu dan sayup-sayup terdengar suara aneh.
"Hai cucuku, karena pertikaian ini maka kerbo ini kujadikan batu sebagai bukti perdamaian diantara kalian. Dibawah batu ini mengalir air jernih yang tak pernah kering walaupun musim kemarau. Kalau ada keturunan kalian yang sakit, minumkanlah air ini dan bersihkanlah diri dengan air ini supaya ada ketenangan dan kedamaian," kata suara itu.
Semenjak kejadian tersebut, dinamakanlah batu itu menjadi Batu Kerbo dan nama daerah itu menjadi Bantun Kerbo.
[Redaktur: Robert Panggabean]